Minggu, 25 Februari 2018

PENGEMBANGAN KAPASITAS (CAPACITY BUILDING)

1.            KONSEP PENGEMBANGAN KAPASITAS
Pada dasarnya pengembangan kapasitas merupakan upaya yang dilakukan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Terdapat beberapa definisi dari pengembangan kapasitas. Menurut Brown dikutip dalam (Rohdewohld, 2005:11), “capacity building is a process that increase the ability of persons, organizations or systems to meet its stated purpose and objectives”. Berdasarkan pengertian ini dapat dilihat bahwa pada dasarnya pembangunan kapasitas merupakan suatu proses meningkatkan kemampuan orang, organisasi, atau sistem untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Katty (1993:15) mendefinisikan bahwa “capacity building usually is understood to mean helping governments, communities and individuals to develop the skills and expertise needed to achieve their goals”. Artinya capacity building umumnya dipahami sebagai upaya membantu pemerintah, masyarakat ataupun individu dalam mengembangkan keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan mereka.
Menurut UNICEF-Namibia (1996) “capacity building is any support that strenghthens an institution’s ability to effectively and efficiently design, implement and evaluate development activities according to its mission”. Artinya pengembangan kapasitas adalah dukungan yang memperkuat kemampuan institusi untuk merancang dan melaksanakan secara efektif dan efisien, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembangunan sesuai misinya.
Berdasarkan ketiga definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan kapasitas adalah suatu proses dalam meningkatkan kemampuan dan keahlian individu, institusi dan sistem untuk mencapai tujuan dan maksud organisasi yang ditetapkan secara efektif dan efisien. Efektif dalam hal kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang di inginkan sedangkan efisien adalah dalam hal waktu dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mencapai outcome.

2.            RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN KAPASITAS
Menurut Grindle (1997), pengembangan kapasitas memiliki tiga ruang lingkup yaitu:
a.       Pengembangan SDM
Dalam ruang lingkup pengembangan sumber daya manusia, fokus pengembangan kapasitas adalah terwujudnya personil yang professional dan memiliki kemampuan teknis.
b.      Penguatan organisasi
Dalam ruang lingkup penguatan organisasi, fokus pengembangan kapasitas adalah tata manajemen untuk meningkatkan keberhasilan peran dan fungsi.
c.  Reformasi kelembagaan, fokus pengembangan kapasitas adalah adanya penataan kelembagaan dan sistem serta makro struktur.
Sedangkan menurut UNDP dikutip dalam Edarlin (1997:148), ruang lingkup pembangunan kapasitas diantaranya adalah sebagai berikut:
a.     Tenaga Kerja (human resource), yaitu kualitas SDM dan cara memanfaatkan SDM,
b. Modal (fisik), yaitu menyangkut sarana material, peralatan, bahan-bahan yang diperlukan dan ruang/gedung.
c. Teknologi, yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, penentuan kebijakan, pengendalian dan evaluasi, komunikasi, serta sistem informasi manajemen.
Dan berdasarkan Peraturan Presiden RI No.59 tahun 2012 tentang Kerangka Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah pasal 4 dijelaskan bahwa ruang lingkup pengembangan kapasitas pemerintahan daerah meliputi pengembangan kapasitas kebijakan, pengembangan kapasitas kelembagaan dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia.
Berdasarkan ketiga pendapat diatas mengenai ruang lingkup pengembangan kapasitas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga level pengembangan kapasitas antara lain:
              a.       Level Individu
Level ini menekankan pada aspek pembelajaran individu dalam rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui peningkatan keterampilan-keterampilan, pengetahuan, sikap, etika kerja dan motivasi agar dapat bekerja dengan lebih baik sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan lembaga/organisasi yang telah ditetapkan.
b.     Level Organisasi
Dalam level organisasi, pengembangan kapasitas meliputi struktur organisasi, proses pengambilan keputusan, prosedur dan mekanisme kerja, pengaturan sarana dan prasarana, hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan organisasi.
c.      Level Sistem
Dalam level sistem, pengembangan kapasitas meliputi kerangka kerja yang berhubungan dengan regulasi, serta kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu.

3.            STRATEGI PENERAPAN PENGEMBANGAN KAPASITAS
a.      Level Individu
Di level individu strategi pengembangan kapasitas antara lain dilakukan melalui diklat, pemberian upah/gaji, pegaturan kondisi dan lingkungan kerja, serta sistem rekrutmen yang tepat dan transparan agar dapat meningkatkan tenaga teknis dan professional. Disini LAN memiliki peran penting dalam pengembangan kapasitas ASN melalui kegiatan diklat.
b.     Level Organisasi
Di level institusi strategi pengembangan kapasitas yang dapat dilakukan adalah melalui penataan struktur organisasi pemerintah yang tepat melalui spesialisasi unit-unit kerja organisasi pemerintah, pembenahan mekanisme kerja dan metode serta hubungan kerja, penguatan dan pemantapan metode pengalokasian anggaran sesuai visi, misi dan sasaran penyelenggaraan pemerintahan, penyediaan sarana dan sarana sesuai standar yang ditetapkan, serta penyediaan standar operasi prosedur kerja dan penerapan metode kerja modern berbasis IPTEK.
c.      Level Sistem
Di level sistem pengembangan kapasitas yang dapat dilakukan adalah melalui perubahan kebijakan dan regulasi serta reformasi konstitusi.

4.             ALAT UKUR KEBERHASILAN PENGEMBANGAN KAPASITAS
a.        Level Individu
Dalam pengembangan kapasitas, tingkat kompetensi dan kapasitas individu dapat diukur melalui konsep Gross dikutip dalam Steers (1984:55) yaitu:
1) Knowledge yang meliputi: general knowledge, technical knowledge, jobs and organisation, administrative concept and methods, dan selfknowledge.
2)  Ability yang meliputi: management, decision making, comunication, planing, actuating / organizing, evaluating / controling, working with others, handling conflicts, intuitive thought, comunication, dan learning.
3)  Interest yang meliputi: action orientation, self-confidence, responsibility, dan normes and ethics
b.       Level Organisasi
Adanya peningkatan kemampuan organisasi yang dapat diukur melalui indikator responsiveness, yakni keselarasan antara program organisasi dan kegiatan pelayanan seperti prosedur, aturan kerja, rencana umum, dan kebutuhan aspirasi publik.
c.        Level Sistem
Untuk melihat kemampuan pada level sistem, dapat digunakan konsep Polidano dikutip dalam Kamariah, Najmi dan Tim peneliti STIA LAN Makassar (2012:19) yang dianggap sangat cocok untuk diterapkan pada sektor publik antara lain:
1)  Policy capacity, yaitu kemampuan untuk membangun proses pengambilan keputusan, mengkoordinasikan antar lembaga pemerintah, dan memberikan analisis terhadap keputusan tadi.
2)  Implementation authority, yaitu kemampuan untuk menjalankan dan menegakkan kebijakan baik terhadap dirinya sendiri maupun masyarakat secara luas, dan kemampuan untuk menjamin bahwa pelayanan umum benar-benar diterima secara baik oleh masyarakat.
3)  Operational efficiency, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan umum secara efektif/efisien, serta dengan tingkat kualitas yang memadai.

5.            POTENDI KENDALA DAN ALTERNATIF SOLUSI
        Menurut Soeprapto dalam tulisannya yang berjudul Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance halaman 34 dijelaskan bahwa hambatan dalam pengembangan kapasitas antara lain:
a.             Resistensi legal-prosedural
Potensi kendala pertama dalam pengembangan kapasitas adalah adanya penolakan legal-prosedural yang  biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang kurang atau tidak mendukung program pembangunan kapasitas, alasan utamanya adalah karena rendahnya motivasi dalam berinovasi dan berkompetisi, serta tidak mau melakukan perubahan (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif solusinya adalah dengan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan, salah satunya yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara. Program ini akan meningkatkan motivasi setiap individu yang mengikuti diklat untuk berinovasi, karena salah satu output dalam program ini adalah adanya proyek perubahan berupa inovasi.
b.            Resistensi dari pimpinan
Potensi kendala penolakan dari pimpinan ini muncul akibat adanya persepsi pemimpin bahwa dengan adanya pengembangan kapasitas maka kemampuan staf akan meningkat dan bisa saja mengancam kedudukan struktural mereka (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif solusinya adalah perlu adanya reformasi peraturan tentang mekanisme kepemimpinan yang dinamis sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta.
c.             Resistensi dari staf
Potensi kendala penolakan dari staf muncul akibat adanya sebagian staff yang kurang dinamis dan tidak positif menyambut perubahan sehingga berdampak negatif terhadap pembangunan kapasitas tersebut (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif solusinya adalah perlu adanya upaya untuk meningkatkan inisiatif partisipasi dari semua level, tidak hanya level staf atau pegawai saja, tetapi juga level pimpinan atas, menengah dan bawah. Upaya ini dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan.
d.            Resistensi konseptual
Potensi kendala penolakan konseptual muncul karena program pembangunan kapasitas menimbulkan pekerjaan dan beban yang harus ditanggung oleh semua elemen dalam organisasi tertentu. Mereka menganggap bahwa dengan lebih aktif akan menambah beban kerja mereka, padahal beban kerja ini belum tentu berkolerasi dengan penambahan upah (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif solusi adalah mengembangkan sistem insentif atas beban pekerjaan yang bertambah sebagai dampak dari adanya pengembangan kapasitas.

Referensi:

Edralin, J.Sl (1997) The New Local Governance and Capacity Building: A Strategic Approach, Regional Development Studies, Vol. 3, p.148-150

Grindle, M.S (1997) Getting Good Government: Capacity Building in the Public Sector of Developing Countries, Boston, MA: Harvard Institue for International Development.

Katty (1993) Building the Capacity for Change: The World Stands illprepared to address problem that cut across sectors and boundaries dalam Sustainable Development, Linkages and Partnership for the Developing World.

Kamariah, Najmi dan Tim peneliti STIA LAN Makassar. (2012) Capacity Building. Birokrasi Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia. [https://www.scribd.com/doc/181955309/Capacity-Building-Birokrasi Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia-pdf] diakses 14 Februari 2018.

Peraturan Presiden RI No.59 tahun 2012 tentang Kerangka Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah

Rohdewohld, Rainer (2005) Guidlines on Capacity Building in The Regions. Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ).

Soeprapto, Riyadi () Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance


Steers, Richard M. (1984). Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.

2 komentar: