Rabu, 27 Agustus 2025

 

BOOK REVIEW: HOLISTIC INNOVATION POLICY: THEORETICAL FOUNDATIONS, POLICY PROBLEMS AND INSTRUMENT CHOICES

CHAPTER VI FUNCTIONAL PROCUREMENT AS DEMAND-SIDE INNOVATION POLICY

Susana Borrás & Charles Edquist (2019: 106-130)

Bab ini membahas secara mendalam bagaimana pengadaan publik tidak hanya menjadi sarana pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rutin barang dan jasa, melainkan juga dapat berfungsi sebagai instrumen kebijakan inovasi. Penulis berangkat dari kritik bahwa inovasi selama ini lebih banyak dipandang sebagai hasil dari sisi penawaran (supply-side) seperti riset, pengembangan, dan aktivitas universitas. Sebaliknya, mereka menekankan pentingnya peran sisi permintaan (demand-side), di mana pemerintah sebagai pembeli utama dapat mengarahkan pasar dan menciptakan peluang inovasi melalui kebijakan pengadaan.

Salah satu gagasan inti yang disampaikan adalah konsep pengadaan fungsional. Alih-alih menentukan produk atau teknologi spesifik yang harus dibeli, pemerintah cukup mendefinisikan fungsi, kebutuhan, atau masalah yang ingin diselesaikan. Dengan demikian, pihak penyedia memiliki ruang untuk menawarkan beragam solusi kreatif. Misalnya, alih-alih membeli alat penyaring udara tertentu, pemerintah cukup menetapkan standar kualitas udara yang harus dipenuhi. Pendekatan ini membuat kompetisi lebih terbuka, mendorong lahirnya ide baru, dan memberi kesempatan kepada inovator untuk berkontribusi.

Penulis juga menjelaskan tiga bentuk utama pengadaan yang mendukung inovasi, yakni Direct Innovation Procurement (pemerintah sebagai pembeli dan pengguna inovasi), Catalytic Innovation Procurement (pemerintah sebagai fasilitator bagi pihak ketiga), dan Functional Procurement (pemerintah berfokus pada fungsi yang harus dicapai). Dari ketiganya, pengadaan fungsional dipandang sebagai cara paling efektif karena langsung memicu kompetisi inovasi di kalangan penyedia barang dan jasa.

Meskipun potensial, pengadaan fungsional tidak lepas dari berbagai hambatan. Penulis mengidentifikasi sejumlah kendala seperti keterbatasan kapasitas lembaga publik dalam merumuskan kebutuhan secara fungsional, risiko kegagalan inovasi, regulasi pengadaan yang ketat, serta kesulitan mengidentifikasi kebutuhan masyarakat jangka panjang. Untuk memperkuat argumentasi, mereka menampilkan studi kasus Swedia. Pemerintah Swedia, melalui National Innovation Council, menjadikan pengadaan fungsional sebagai strategi utama dalam mendorong inovasi di sektor kesehatan, transportasi, dan energi. Studi kasus ini menunjukkan bagaimana kebijakan yang tepat dapat meningkatkan kreativitas pemasok, memperluas persaingan pasar, dan menghasilkan solusi yang lebih relevan bagi masyarakat.

Kekuatan utama dari buku ini terletak pada keberhasilannya menggabungkan kerangka teoretis dengan contoh praktis. Konsep yang ditawarkan segar, karena menempatkan pengadaan publik bukan hanya sebagai prosedur administratif, melainkan sebagai alat strategis untuk menciptakan inovasi. Selain itu, penggunaan studi kasus Swedia memperlihatkan bahwa ide ini bukan sekadar teori, melainkan telah diuji dalam kebijakan nyata dengan hasil yang menjanjikan. Manfaat yang ditawarkan pun luas, tidak hanya terbatas pada inovasi teknologi, tetapi juga menyentuh penyelesaian masalah sosial dan lingkungan.

Bab ini sangat relevan dan memberikan banyak pelajaran berharga. Bagi pemerintah, buku ini menjadi panduan bagaimana belanja publik dapat diarahkan untuk menghasilkan solusi inovatif, bukan sekadar memenuhi kebutuhan administratif. Bagi dunia usaha, pengadaan fungsional membuka peluang kompetisi berbasis kreativitas, bukan hanya harga. Bagi akademisi, buku ini memperkaya literatur tentang kebijakan inovasi dengan perspektif sisi permintaan. Sedangkan bagi masyarakat, implikasinya adalah hadirnya layanan publik yang lebih sesuai kebutuhan nyata dan lebih efisien.

Secara keseluruhan, bab ini menegaskan bahwa pengadaan fungsional adalah instrumen kebijakan inovasi yang kuat dan efektif. Dengan mengubah paradigma pengadaan dari membeli produk ke memecahkan masalah, pemerintah dapat menciptakan pasar yang mendorong lahirnya inovasi sekaligus menyelesaikan tantangan sosial-ekonomi. Buku ini patut dibaca oleh pembuat kebijakan, praktisi pengadaan, akademisi, dan pelaku usaha, terutama di negara berkembang yang ingin memanfaatkan belanja publik sebagai motor inovasi.

Analisis Kritis: Peluang & Tantangan Penerapan Pengadaan Fungsional di Indonesia

Salah satu peluang penting penerapan pengadaan fungsional di Indonesia terletak pada agenda reformasi birokrasi dan digitalisasi. Pemerintah telah mengembangkan platform e-procurement seperti Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), bahkan Indonesia National Procurement Portal (INAPROC) Katalog Elektronik serta menerapkan berbagai regulasi untuk meningkatkan transparansi dalam proses pengadaan. Kehadiran infrastruktur digital ini dapat menjadi landasan kuat untuk memperkenalkan spesifikasi berbasis fungsi, bukan sekadar spesifikasi merek atau produk tertentu. Dengan demikian, proses lelang dapat lebih terbuka terhadap solusi kreatif dari berbagai penyedia.

Selain reformasi birokrasi dan digitalisasi, peluang besar juga muncul dari tumbuhnya ekosistem startup dan UMKM inovatif di Indonesia. Berdasarkan data Startup Ranking (2025), Indonesia memiliki sekitar 3.180 startup dan menempati posisi kelima dunia. Perusahaan rintisan ini berkembang pesat di sektor-sektor strategis seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lingkungan, serta menawarkan berbagai solusi berbasis teknologi yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Di sisi lain berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat sekitar 64,2 juta UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. UMKM juga memainkan peran penting dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, terutama sejak adanya Peraturan Presiden No.12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengatur bahwa kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang wajib mengalokasikan anggaran minimal 40% untuk usaha kecil dan koperasi dari total anggaran belanja barang/jasa. Peraturan ini juga meningkatkan nilai transaksi pengadaan yang dapat diikuti UMKM hingga Rp15 miliar. Keterlibatan ini tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ekonomi yang inklusif dan memperluas akses pasar, tetapi juga untuk memperkuat produk dalam negeri, meningkatkan stabilitas usaha, serta menambah kredibilitas UMKM sebagai mitra pemerintah.

Peran penting UMKM dapat menjadi nadi sekaligus katalis pembangunan nasional. Kepala LKPP Hendar Prihadi dalam Siaran Pers Nomor: 01/SP-Ses.3/01/2025 menjelaskan bahwa “belanja pemerintah Tahun Anggaran (TA) 2024 mencapai Rp1.259,2 triliun atau setara 108,41 persen dari total belanja PBJ. Kontribusi realisasi anggaran PBJ terhadap Produk Dalam Negeri (PDN) mencapai Rp595,66 triliun atau sebesar 90 persen, dan kontribusi PBJ terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKK) mencapai Rp277,42 triliun atau 41,9 persen”. Angka ini mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam mendukung pengembangan UMKM sekaligus memperbesar peluang inovasi lokal.

Peluang berikutnya adalah dukungan politik dan regulasi yang sudah mulai terbentuk. Konsep value for money dalam Perpres Pengadaan Barang/Jasa memberi ruang bagi pemerintah untuk tidak hanya berfokus pada harga terendah, tetapi juga pada kualitas, manfaat, dan keberlanjutan dari barang/jasa yang dibeli. Jika kebijakan ini diarahkan lebih spesifik untuk mengakomodasi functional procurement, maka Indonesia akan memiliki instrumen yang kuat untuk memperkuat kebijakan inovasi nasional. Hal ini tidak hanya akan memperbaiki efektivitas belanja publik, tetapi juga mendorong terciptanya pasar inovasi domestik yang lebih dinamis.

Meskipun terdapat peluang besar melalui reformasi birokrasi, digitalisasi, serta dukungan regulasi, penerapan pengadaan fungsional di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang cukup serius. Salah satunya adalah budaya pengadaan yang masih sangat produk-sentris. Praktik pengadaan selama ini lebih sering diarahkan pada pembelian barang atau jasa yang spesifik, aman, dan sudah familiar di kalangan pejabat pengadaan. Karena adanya kecenderungan menghindari risiko, banyak pejabat lebih memilih penyedia lama atau produk standar yang dianggap lebih mudah dipertanggungjawabkan. Hal ini bertolak belakang dengan peluang yang ditawarkan oleh sistem e-procurement dan prinsip value for money, yang seharusnya dapat membuka jalan bagi spesifikasi berbasis fungsi dan inovasi.

Tantangan berikutnya adalah lebih dari separuh transaksi pengadaan belum tercatat dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), sehingga banyak peluang belum dimanfaatkan, terutama dalam skema swakelola dan pengadaan langsung. Memang, 87 persen UMKM sudah terdaftar di e-katalog, tetapi sebagian besar produk mereka belum berhasil terjual (MenpanRB, 2023). Dalam konteks ini, penerapan mekanisme pengadaan fungsional dapat memberikan jalan keluar. Dengan menekankan kualitas solusi dan fungsi yang dihasilkan, bukan semata harga, startup dan UMKM inovatif dapat masuk ke pasar pemerintah secara lebih adil. Hal ini bukan hanya memperluas peluang bisnis mereka, tetapi juga memastikan bahwa pengadaan publik benar-benar menjadi motor inovasi, katalis pembangunan nasional, sekaligus sarana pemberdayaan ekonomi inklusif di Indonesia.

Tantangan lain adalah keterbatasan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia dalam pengadaan. Merumuskan spesifikasi fungsional membutuhkan keahlian lintas bidang teknis, hukum, dan inovasi sementara saat ini SDM pengadaan di Indonesia masih didominasi keterampilan administratif. Akibatnya, meskipun ekosistem startup dan UMKM inovatif sedang tumbuh pesat, banyak potensi solusi yang akhirnya tidak bisa masuk ke pasar pemerintah karena tidak difasilitasi dengan mekanisme pengadaan yang sesuai.

 

Referensi:

Borrás, S., & Edquist, C. (2019). Functional procurement as demand-side innovation policy. In J. Edler, P. Cunningham, A. Gök, & P. Shapira (Eds.), Handbook of innovation policy impact (pp. 106–130). Edward Elgar Publishing. https://doi.org/10.4337/9781784711856

MenpanRB. (2023). Belanja barang dan jasa pemerintah ke UMKM jadi katalis pembangunan. InfoPublik. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/belanja-barang-dan-jasa-pemerintah-ke-umkm-jadi-katalis-pembangunan

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (2025). Era baru pengadaan barang/jasa pemerintah dengan Katalog Elektronik V6 (Siaran Pers No. 01/SP-Ses.3/01/2025). LKPP. https://www.lkpp.go.id/read/bu/era-baru-pengadaan-barang-jasa-pemerintah-dengan-katalog-elektronik-v6

Peraturan Presiden No.12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
StartupRanking. (2025). Global Startup Rankings by country. StartupRanking. Retrieved from https://www.startupranking.com/countries

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar