BOOK REVIEW: HOLISTIC INNOVATION POLICY: THEORETICAL
FOUNDATIONS, POLICY PROBLEMS AND INSTRUMENT CHOICES
CHAPTER VI FUNCTIONAL PROCUREMENT AS
DEMAND-SIDE INNOVATION POLICY
Susana Borrás & Charles Edquist (2019:
106-130)
Bab ini membahas secara mendalam bagaimana pengadaan publik
tidak hanya menjadi sarana pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rutin barang dan
jasa, melainkan juga dapat berfungsi sebagai instrumen
kebijakan inovasi. Penulis berangkat dari kritik bahwa inovasi
selama ini lebih banyak dipandang sebagai hasil dari sisi penawaran (supply-side)
seperti riset, pengembangan, dan aktivitas universitas. Sebaliknya, mereka
menekankan pentingnya peran sisi permintaan (demand-side), di mana
pemerintah sebagai pembeli utama dapat mengarahkan pasar dan menciptakan
peluang inovasi melalui kebijakan pengadaan.
Salah satu gagasan inti yang disampaikan adalah konsep pengadaan fungsional. Alih-alih menentukan
produk atau teknologi spesifik yang harus dibeli, pemerintah cukup mendefinisikan
fungsi, kebutuhan, atau masalah yang ingin diselesaikan. Dengan demikian, pihak
penyedia memiliki ruang untuk menawarkan beragam solusi kreatif. Misalnya,
alih-alih membeli alat penyaring udara tertentu, pemerintah cukup menetapkan
standar kualitas udara yang harus dipenuhi. Pendekatan ini membuat kompetisi
lebih terbuka, mendorong lahirnya ide baru, dan memberi kesempatan kepada
inovator untuk berkontribusi.
Penulis juga menjelaskan tiga bentuk utama pengadaan yang
mendukung inovasi, yakni Direct Innovation Procurement
(pemerintah sebagai pembeli dan pengguna inovasi), Catalytic Innovation
Procurement (pemerintah sebagai fasilitator bagi pihak ketiga), dan
Functional
Procurement (pemerintah berfokus pada fungsi yang harus dicapai).
Dari ketiganya, pengadaan fungsional dipandang sebagai cara paling efektif
karena langsung memicu kompetisi inovasi di kalangan penyedia barang dan jasa.
Meskipun potensial, pengadaan fungsional tidak lepas dari
berbagai hambatan. Penulis mengidentifikasi sejumlah kendala seperti
keterbatasan kapasitas lembaga publik dalam merumuskan kebutuhan secara
fungsional, risiko kegagalan inovasi, regulasi pengadaan yang ketat, serta
kesulitan mengidentifikasi kebutuhan masyarakat jangka panjang. Untuk
memperkuat argumentasi, mereka menampilkan studi kasus Swedia. Pemerintah
Swedia, melalui National Innovation Council, menjadikan
pengadaan fungsional sebagai strategi utama dalam mendorong inovasi di sektor
kesehatan, transportasi, dan energi. Studi kasus ini menunjukkan bagaimana
kebijakan yang tepat dapat meningkatkan kreativitas pemasok, memperluas
persaingan pasar, dan menghasilkan solusi yang lebih relevan bagi masyarakat.
Kekuatan utama dari buku ini terletak pada keberhasilannya
menggabungkan kerangka teoretis dengan contoh praktis. Konsep yang ditawarkan
segar, karena menempatkan pengadaan publik bukan hanya sebagai prosedur
administratif, melainkan sebagai alat strategis untuk menciptakan inovasi.
Selain itu, penggunaan studi kasus Swedia memperlihatkan bahwa ide ini bukan
sekadar teori, melainkan telah diuji dalam kebijakan nyata dengan hasil yang
menjanjikan. Manfaat yang ditawarkan pun luas, tidak hanya terbatas pada
inovasi teknologi, tetapi juga menyentuh penyelesaian masalah sosial dan
lingkungan.
Bab ini sangat relevan dan memberikan banyak pelajaran
berharga. Bagi pemerintah, buku ini menjadi panduan bagaimana belanja publik
dapat diarahkan untuk menghasilkan solusi inovatif, bukan sekadar memenuhi
kebutuhan administratif. Bagi dunia usaha, pengadaan fungsional membuka peluang
kompetisi berbasis kreativitas, bukan hanya harga. Bagi akademisi, buku ini
memperkaya literatur tentang kebijakan inovasi dengan perspektif sisi
permintaan. Sedangkan bagi masyarakat, implikasinya adalah hadirnya layanan
publik yang lebih sesuai kebutuhan nyata dan lebih efisien.
Secara keseluruhan, bab ini menegaskan bahwa pengadaan fungsional adalah instrumen kebijakan inovasi
yang kuat dan efektif. Dengan mengubah paradigma
pengadaan dari membeli produk ke memecahkan masalah, pemerintah dapat
menciptakan pasar yang mendorong lahirnya inovasi sekaligus menyelesaikan
tantangan sosial-ekonomi. Buku ini patut dibaca oleh pembuat kebijakan,
praktisi pengadaan, akademisi, dan pelaku usaha, terutama di negara berkembang
yang ingin memanfaatkan belanja publik sebagai motor inovasi.
Analisis Kritis: Peluang & Tantangan
Penerapan Pengadaan Fungsional di Indonesia
Salah satu peluang penting penerapan pengadaan fungsional
di Indonesia terletak pada agenda reformasi
birokrasi dan digitalisasi. Pemerintah telah
mengembangkan platform e-procurement seperti Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), bahkan Indonesia National Procurement Portal (INAPROC) Katalog Elektronik
serta menerapkan berbagai regulasi untuk meningkatkan transparansi dalam proses
pengadaan. Kehadiran infrastruktur digital ini dapat menjadi landasan kuat
untuk memperkenalkan spesifikasi berbasis fungsi, bukan sekadar spesifikasi
merek atau produk tertentu. Dengan demikian, proses lelang dapat lebih terbuka
terhadap solusi kreatif dari berbagai penyedia.
Selain reformasi birokrasi dan digitalisasi, peluang besar
juga muncul dari tumbuhnya ekosistem startup dan UMKM inovatif di Indonesia.
Berdasarkan data Startup Ranking (2025), Indonesia memiliki sekitar 3.180
startup dan menempati posisi kelima dunia. Perusahaan rintisan ini berkembang
pesat di sektor-sektor strategis seperti kesehatan, pendidikan, transportasi,
dan lingkungan, serta menawarkan berbagai solusi berbasis teknologi yang
adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Di sisi lain berdasarkan data
Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat sekitar 64,2 juta UMKM yang menjadi
tulang punggung ekonomi nasional. UMKM juga memainkan peran penting dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah, terutama sejak adanya Peraturan Presiden
No.12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengatur bahwa kementerian,
lembaga, dan pemerintah daerah yang wajib mengalokasikan anggaran minimal 40%
untuk usaha kecil dan koperasi dari total anggaran belanja barang/jasa.
Peraturan ini juga meningkatkan nilai transaksi pengadaan yang dapat diikuti
UMKM hingga Rp15 miliar. Keterlibatan ini tidak hanya ditujukan untuk menciptakan
ekonomi yang inklusif dan memperluas akses pasar, tetapi juga untuk memperkuat
produk dalam negeri, meningkatkan stabilitas usaha, serta menambah kredibilitas
UMKM sebagai mitra pemerintah.
Peran penting UMKM dapat menjadi nadi sekaligus katalis
pembangunan nasional. Kepala LKPP Hendar Prihadi dalam Siaran Pers Nomor:
01/SP-Ses.3/01/2025 menjelaskan bahwa “belanja pemerintah Tahun Anggaran (TA)
2024 mencapai Rp1.259,2 triliun atau setara 108,41 persen dari total belanja
PBJ. Kontribusi realisasi anggaran PBJ terhadap Produk Dalam Negeri (PDN)
mencapai Rp595,66 triliun atau sebesar 90 persen, dan kontribusi PBJ terhadap
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKK) mencapai Rp277,42 triliun atau 41,9
persen”. Angka ini mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam mendukung
pengembangan UMKM sekaligus memperbesar peluang inovasi lokal.
Peluang berikutnya adalah dukungan
politik dan regulasi yang sudah mulai terbentuk. Konsep value
for money dalam Perpres Pengadaan Barang/Jasa memberi ruang bagi
pemerintah untuk tidak hanya berfokus pada harga terendah, tetapi juga pada
kualitas, manfaat, dan keberlanjutan dari barang/jasa yang dibeli. Jika
kebijakan ini diarahkan lebih spesifik untuk mengakomodasi functional
procurement, maka Indonesia akan memiliki instrumen yang kuat untuk
memperkuat kebijakan inovasi nasional. Hal ini tidak hanya akan memperbaiki
efektivitas belanja publik, tetapi juga mendorong terciptanya pasar inovasi
domestik yang lebih dinamis.
Meskipun terdapat peluang besar melalui reformasi
birokrasi, digitalisasi, serta dukungan regulasi, penerapan pengadaan
fungsional di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang cukup serius.
Salah satunya adalah budaya pengadaan yang
masih sangat produk-sentris. Praktik pengadaan selama
ini lebih sering diarahkan pada pembelian barang atau jasa yang spesifik, aman,
dan sudah familiar di kalangan pejabat pengadaan. Karena adanya kecenderungan
menghindari risiko, banyak pejabat lebih memilih penyedia lama atau produk
standar yang dianggap lebih mudah dipertanggungjawabkan. Hal ini bertolak
belakang dengan peluang yang ditawarkan oleh sistem e-procurement
dan prinsip value
for money, yang seharusnya dapat membuka jalan bagi spesifikasi
berbasis fungsi dan inovasi.
Tantangan berikutnya adalah lebih dari separuh transaksi pengadaan
belum tercatat dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), sehingga banyak
peluang belum dimanfaatkan, terutama dalam skema swakelola dan pengadaan
langsung. Memang, 87 persen UMKM sudah terdaftar di e-katalog, tetapi sebagian
besar produk mereka belum berhasil terjual (MenpanRB, 2023). Dalam konteks ini,
penerapan mekanisme pengadaan fungsional dapat memberikan jalan keluar. Dengan
menekankan kualitas solusi dan fungsi yang dihasilkan, bukan semata harga,
startup dan UMKM inovatif dapat masuk ke pasar pemerintah secara lebih adil.
Hal ini bukan hanya memperluas peluang bisnis mereka, tetapi juga memastikan
bahwa pengadaan publik benar-benar menjadi motor inovasi, katalis pembangunan
nasional, sekaligus sarana pemberdayaan ekonomi inklusif di Indonesia.
Tantangan lain adalah keterbatasan
kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia dalam pengadaan.
Merumuskan spesifikasi fungsional membutuhkan keahlian lintas bidang teknis,
hukum, dan inovasi sementara saat ini SDM pengadaan di Indonesia masih
didominasi keterampilan administratif. Akibatnya, meskipun ekosistem startup
dan UMKM inovatif sedang tumbuh pesat, banyak potensi solusi yang akhirnya
tidak bisa masuk ke pasar pemerintah karena tidak difasilitasi dengan mekanisme
pengadaan yang sesuai.
Referensi:
Borrás, S., & Edquist, C. (2019).
Functional procurement as demand-side innovation policy. In J. Edler, P.
Cunningham, A. Gök, & P. Shapira (Eds.), Handbook of innovation policy impact
(pp. 106–130). Edward Elgar Publishing. https://doi.org/10.4337/9781784711856
MenpanRB. (2023). Belanja barang dan
jasa pemerintah ke UMKM jadi katalis pembangunan. InfoPublik. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/belanja-barang-dan-jasa-pemerintah-ke-umkm-jadi-katalis-pembangunan
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. (2025). Era baru pengadaan barang/jasa pemerintah dengan Katalog
Elektronik V6 (Siaran Pers No. 01/SP-Ses.3/01/2025). LKPP. https://www.lkpp.go.id/read/bu/era-baru-pengadaan-barang-jasa-pemerintah-dengan-katalog-elektronik-v6
Peraturan Presiden No.12 Tahun 2021 tentang
Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
StartupRanking. (2025). Global Startup Rankings by country.
StartupRanking. Retrieved from https://www.startupranking.com/countries