1.
KONSEP PENGEMBANGAN KAPASITAS
Pada
dasarnya pengembangan kapasitas merupakan upaya yang dilakukan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Terdapat
beberapa definisi dari pengembangan kapasitas. Menurut Brown dikutip dalam
(Rohdewohld, 2005:11), “capacity building
is a process that increase the ability of persons, organizations or systems to
meet its stated purpose and objectives”. Berdasarkan pengertian ini dapat
dilihat bahwa pada dasarnya pembangunan kapasitas merupakan suatu proses
meningkatkan kemampuan orang, organisasi, atau sistem untuk mencapai maksud dan
tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan
Katty (1993:15) mendefinisikan bahwa “capacity
building usually is understood to mean helping governments, communities and
individuals to develop the skills and expertise needed to achieve their goals”.
Artinya capacity building umumnya
dipahami sebagai upaya membantu pemerintah, masyarakat ataupun individu dalam
mengembangkan keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkan
tujuan-tujuan mereka.
Menurut
UNICEF-Namibia (1996) “capacity building
is any support that strenghthens an institution’s ability to effectively and
efficiently design, implement and evaluate development activities according to
its mission”. Artinya pengembangan kapasitas adalah dukungan yang
memperkuat kemampuan institusi untuk merancang dan melaksanakan secara efektif
dan efisien, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembangunan sesuai misinya.
Berdasarkan
ketiga definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan kapasitas
adalah suatu proses dalam meningkatkan kemampuan dan keahlian individu,
institusi dan sistem untuk mencapai tujuan dan maksud organisasi yang
ditetapkan secara efektif dan efisien. Efektif dalam hal kepantasan usaha yang
dilakukan demi hasil yang di inginkan sedangkan efisien adalah dalam hal waktu
dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mencapai outcome.
2.
RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN KAPASITAS
Menurut Grindle (1997),
pengembangan kapasitas memiliki tiga ruang lingkup yaitu:
a.
Pengembangan
SDM
Dalam ruang lingkup
pengembangan sumber daya manusia, fokus pengembangan kapasitas adalah
terwujudnya personil yang professional dan memiliki kemampuan teknis.
b.
Penguatan
organisasi
Dalam ruang lingkup
penguatan organisasi, fokus pengembangan kapasitas adalah tata manajemen untuk
meningkatkan keberhasilan peran dan fungsi.
c. Reformasi
kelembagaan, fokus pengembangan kapasitas adalah adanya penataan kelembagaan
dan sistem serta makro struktur.
Sedangkan menurut UNDP
dikutip dalam Edarlin (1997:148), ruang lingkup pembangunan kapasitas
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tenaga
Kerja (human resource), yaitu
kualitas SDM dan cara memanfaatkan SDM,
b. Modal
(fisik), yaitu menyangkut sarana material, peralatan, bahan-bahan yang
diperlukan dan ruang/gedung.
c. Teknologi,
yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, penentuan kebijakan,
pengendalian dan evaluasi, komunikasi, serta sistem informasi manajemen.
Dan berdasarkan
Peraturan Presiden RI No.59 tahun 2012 tentang Kerangka Nasional Pengembangan
Kapasitas Pemerintahan Daerah pasal 4 dijelaskan bahwa ruang lingkup
pengembangan kapasitas pemerintahan daerah meliputi pengembangan kapasitas
kebijakan, pengembangan kapasitas kelembagaan dan pengembangan kapasitas sumber
daya manusia.
Berdasarkan ketiga
pendapat diatas mengenai ruang lingkup pengembangan kapasitas, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat tiga level pengembangan kapasitas antara lain:
a. Level Individu
Level ini
menekankan pada aspek pembelajaran individu dalam rangka mendapatkan sumber
daya manusia yang berkualitas melalui peningkatan keterampilan-keterampilan,
pengetahuan, sikap, etika kerja dan motivasi agar dapat bekerja dengan lebih
baik sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan lembaga/organisasi
yang telah ditetapkan.
b.
Level Organisasi
Dalam level
organisasi, pengembangan kapasitas meliputi struktur organisasi, proses
pengambilan keputusan, prosedur dan mekanisme kerja, pengaturan sarana dan
prasarana, hubungan-hubungan dan jaringan-jaringan organisasi.
c.
Level Sistem
Dalam level sistem,
pengembangan kapasitas meliputi kerangka kerja yang berhubungan dengan regulasi,
serta kebijakan-kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pencapaian
obyektivitas kebijakan tertentu.
3.
STRATEGI PENERAPAN PENGEMBANGAN KAPASITAS
a.
Level Individu
Di level individu
strategi pengembangan kapasitas antara lain dilakukan melalui diklat, pemberian
upah/gaji, pegaturan kondisi dan lingkungan kerja, serta sistem rekrutmen yang
tepat dan transparan agar dapat meningkatkan tenaga teknis dan professional.
Disini LAN memiliki peran penting dalam pengembangan kapasitas ASN melalui
kegiatan diklat.
b.
Level Organisasi
Di level institusi
strategi pengembangan kapasitas yang dapat dilakukan adalah melalui penataan
struktur organisasi pemerintah yang tepat melalui spesialisasi unit-unit kerja
organisasi pemerintah, pembenahan mekanisme kerja dan metode serta hubungan
kerja, penguatan dan pemantapan metode pengalokasian anggaran sesuai visi, misi
dan sasaran penyelenggaraan pemerintahan, penyediaan sarana dan sarana sesuai
standar yang ditetapkan, serta penyediaan standar operasi prosedur kerja dan
penerapan metode kerja modern berbasis IPTEK.
c.
Level Sistem
Di level sistem pengembangan kapasitas yang dapat dilakukan adalah melalui perubahan
kebijakan dan regulasi serta reformasi konstitusi.
4.
ALAT UKUR KEBERHASILAN PENGEMBANGAN KAPASITAS
a.
Level Individu
Dalam pengembangan
kapasitas, tingkat kompetensi dan kapasitas individu dapat diukur melalui
konsep Gross dikutip dalam Steers (1984:55) yaitu:
1) Knowledge yang meliputi: general knowledge, technical knowledge, jobs and
organisation, administrative concept and methods, dan selfknowledge.
2) Ability yang meliputi: management, decision making, comunication, planing, actuating
/ organizing, evaluating / controling, working with others, handling conflicts,
intuitive thought, comunication, dan learning.
3) Interest yang meliputi: action orientation, self-confidence,
responsibility, dan normes and ethics
b.
Level Organisasi
Adanya peningkatan
kemampuan organisasi yang dapat diukur melalui indikator responsiveness, yakni keselarasan antara program organisasi dan
kegiatan pelayanan seperti prosedur, aturan kerja, rencana umum, dan kebutuhan
aspirasi publik.
c.
Level Sistem
Untuk melihat kemampuan pada
level sistem, dapat digunakan konsep Polidano dikutip dalam Kamariah,
Najmi dan Tim peneliti STIA LAN Makassar (2012:19) yang dianggap sangat cocok untuk diterapkan pada sektor publik
antara lain:
1)
Policy
capacity, yaitu kemampuan untuk membangun proses pengambilan keputusan,
mengkoordinasikan antar lembaga pemerintah, dan memberikan analisis terhadap
keputusan tadi.
2)
Implementation
authority, yaitu kemampuan untuk menjalankan dan menegakkan kebijakan baik
terhadap dirinya sendiri maupun masyarakat secara luas, dan kemampuan untuk
menjamin bahwa pelayanan umum benar-benar diterima secara baik oleh masyarakat.
3)
Operational
efficiency, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan umum secara
efektif/efisien, serta dengan tingkat kualitas yang memadai.
5.
POTENDI KENDALA DAN ALTERNATIF SOLUSI
Menurut Soeprapto dalam tulisannya yang berjudul Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance halaman 34 dijelaskan bahwa hambatan dalam pengembangan kapasitas antara lain:
a.
Resistensi legal-prosedural
Potensi kendala
pertama dalam pengembangan kapasitas adalah adanya penolakan legal-prosedural
yang biasanya dilakukan oleh pihak-pihak
yang kurang atau tidak mendukung program pembangunan kapasitas, alasan utamanya
adalah karena rendahnya motivasi dalam berinovasi dan berkompetisi, serta tidak
mau melakukan perubahan (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif
solusinya adalah dengan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan, salah
satunya yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara. Program ini akan
meningkatkan motivasi setiap individu yang mengikuti diklat untuk berinovasi,
karena salah satu output dalam program ini adalah adanya proyek perubahan
berupa inovasi.
b.
Resistensi dari pimpinan
Potensi kendala
penolakan dari pimpinan ini muncul akibat adanya persepsi pemimpin bahwa dengan
adanya pengembangan kapasitas maka kemampuan staf akan meningkat dan bisa saja
mengancam kedudukan struktural mereka (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif
solusinya adalah perlu adanya reformasi peraturan tentang mekanisme
kepemimpinan yang dinamis sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta.
c.
Resistensi dari staf
Potensi kendala
penolakan dari staf muncul akibat adanya sebagian staff yang kurang dinamis dan
tidak positif menyambut perubahan sehingga berdampak negatif terhadap
pembangunan kapasitas tersebut (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif
solusinya adalah perlu adanya upaya untuk meningkatkan inisiatif partisipasi
dari semua level, tidak hanya level staf atau pegawai saja, tetapi juga level
pimpinan atas, menengah dan bawah. Upaya ini dapat dilakukan melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan.
d.
Resistensi konseptual
Potensi kendala
penolakan konseptual muncul karena program pembangunan kapasitas menimbulkan
pekerjaan dan beban yang harus ditanggung oleh semua elemen dalam organisasi
tertentu. Mereka menganggap bahwa dengan lebih aktif akan menambah beban kerja
mereka, padahal beban kerja ini belum tentu berkolerasi dengan penambahan upah (Soeprapto, hlm.34).
Alternatif solusi
adalah mengembangkan sistem insentif atas beban pekerjaan yang bertambah
sebagai dampak dari adanya pengembangan kapasitas.
Referensi:
Edralin, J.Sl (1997) The New Local Governance and Capacity Building: A Strategic Approach, Regional Development Studies, Vol.
3, p.148-150
Grindle, M.S (1997) Getting Good Government: Capacity Building in the Public Sector
of Developing Countries, Boston, MA: Harvard Institue for International
Development.
Katty (1993)
Building the Capacity for Change: The World
Stands illprepared to address problem that cut across sectors and boundaries dalam Sustainable
Development, Linkages and Partnership for the Developing World.
Kamariah, Najmi dan Tim peneliti STIA LAN
Makassar. (2012) Capacity Building. Birokrasi Pemerintah Kabupaten Kota di
Indonesia.
[https://www.scribd.com/doc/181955309/Capacity-Building-Birokrasi
Pemerintah-Daerah-Kabupaten-Kota-di-Indonesia-pdf] diakses 14
Februari 2018.
Peraturan
Presiden RI No.59 tahun 2012 tentang Kerangka
Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah
Rohdewohld, Rainer (2005) Guidlines on Capacity Building in The
Regions. Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ).
Soeprapto, Riyadi () Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance
Steers, Richard M. (1984). Efektivitas
Organisasi. Jakarta: Erlangga.